Sharron
Tian akhirnya menginjakkan kaki di depan apartement yang dulu pernah jadi tempat yang selalu dia kunjungi sepulang sekolah, iya apartement pacarnya, Sharron.
Sharron adalah pacar pertama dan terlama Tian. Mereka pacaran sejak Tian kelas 10 SMA dan terus berlanjut dalam hubungan jarak jauh hingga kini, Tian sudah semester 5. Orang yang mengenalkan Tian kepada Sharron adalah Fabio, adik sepupu Sharron.
Sharron lebih tua 3 tahun dari Tian, mereka bertemu di satu acara keluarga besar Fabio yang kebetulan dihadiri pula oleh Tian selaku teman terdekat Fabio.
Saat itu, Tian lagi kabur dari rumah karena berantem sama papanya. Bisa dikatakan bahwa saat itu adalah saat-saat terpuruk Tian karena dirinya selalu ditekan oleh keluarganya untuk melakukan apa yang dia tidak inginkan.
Di saat itu juga, Tian bertemu dengan Sharron, dengan segala kepeduliannya yang dia berikan kepada Tian, Sharron pengertian, baik, mau jadi pendengar atas seluruh keluh kesah Tian dan yang paling penting, dia adalah tempat Tian bersandar ketika dia berada di titik terendahnya.
Kurang lebih 4 Tahun mereka menjalin hubungan, Tian benar-benar merasakan perasaan sayang dan disayang yang menurutnya belum pernah diberikan oleh siapa-siapa, bahkan keluarganya sekalipun.
Tidak pernah terpikirkan oleh Tian bahwa dirinya akan putus dengan Sharron, walaupun hubungan mereka semakin menjauh semenjak Tian pindah ke Jogja, dan juga kabar mengenai perselingkuhan Sharron yang selalu Tian dengar dari Fabio.
Tian sesayang itu sama Sharron.
Walaupun apartement ini pernah menjadi tempat favorit untuk dia datangi dulu, entah kenapa kini untuk memencet tombol bel saja Tian merasa gugup.
Tian sekilas menoleh ke arah unit apartement di seberang apartement sharron, itu adalah unit apartement milik temannya Fabio, yang semenjak kuliah memilih untuk tinggal sendiri. Itulah alasan kenapa Fabio selalu menjadi mata-mata aktifitas Sharron, karena mereka tetanggaan.
Tian sempat bingung, haruskah dia mampir ke tempat Fabio dulu, atau langsung saja ke tempat Sharron. Tapi dia tidak sabar buat bertemu Sharron.
“Password nya masih sama nggak ya..” Monolog pria itu sambil mencoba memasukan beberapa digit angka kode pintu apartement Sharron. “Salah..” Tian tersenyum kecut mengetahui bahwa kode yang digunakkan bukan lagi tanggal ulang tahunnya.
Belum menyerah, dia kemudian mencoba memasukkan beberapa pasang angka yang merupakan tanggal ulang tahun Sharron, dan ternyata pintunya berhasil terbuka. Dalam hati Tian bersyukur kode yang digunakkan bukan ulang tahun orang lain.
Dengan senyum terukir di wajahnya, Tian berjalan perlahan memasuki ruangan yang sangat familiar di matanya, furnitur yang digunakan masih sama dengan saat terakhir dia datang, dua tahun lalu. Bahkan wangi dari ruangan ini masih sama, wangi kesukaan Tian, Lavender.
Senyum yang terukir di wajah Tian ternyata tidak bertahan lama. Dengan mata kepalanya sendiri, Tian mendapati pacar kesayangannya, Sharron, sedang bercumbu dengan laki-laki yang Tian tidak kenali.
10 detik Tian terdiam, hingga kemudian Sharron menyadari kehadirannya dan segera menyudahi apa yang sedang dia lakukan. “Kamu kok udah disini, katanya landing malem..”
“Rencananya aku mau ngasih surprise.. Eh malah aku yang dapat surprise..” Daripada ekspresi sedih, kini wajah Tian terlihat marah, seperti siap meledak, membuat Sharron bahkan laki-laki di sebelahnya sedikit takut.
“Tian.. biar aku jelasin.” Sharron berusaha meraih lengan Tian, namun dengan cepat ditepis oleh Tian.
“Kak.. Gue sekarang rasanya emosi banget, apapun yang akan lo jelasin.. Ga akan bisa gue terima.. So.. Kayaknya gue pergi dulu.” Tian cuma bisa menatap nanar kepada Sharron dan laki-laki yang daritadi diam saja disebelahnya.
“Tian ga! Kita harus ngomong dan selesaiin semuanya sekarang!” Kata cewek itu, sambil berusaha menahan Tian yang benar-benar mau pergi.
Tetapi Tian tetap pergi, bahkan tidak ada niatan untuk berhenti.
“Sifat lo yang kayak gini, yang bikin hubungan kita rusak Tian, setiap ada masalah lo lebih memilih buat lari daripada nyelesaiin masalah itu.. Terus nanti lo datang seakan-akan semuanya ga pernah terjadi. Oke! terusin aja kayak gitu.”
Tian tetep jalan walaupun dia dengan jelas bisa mendengar smua perkataan Sharron, kayaknya semua orang juga denger sih, soalnya Sharron teriak di sepanjang koridor. Walaupun tidak ada tanda-tanda akan di respon oleh Tian.
Dia cuma mau menenangkan diri, dia ga mau kalau dia berseteru di saat kondisi dirinya dipenuhi dengan emosi, dia bisa saja mengeluarkan kata-kata yang bisa menyakiti Sharron, Sharron yang paling dia sayang.
Apakah keputusannya untuk pergi salah?
#Tian101 : Lari dari masalah, comeback as if its nothing.