Talk
Tian benar-benar menjemput Jane di Cubic. Setelah sampai di Jogja, hal pertama yang Tian lakukan adalah pulang ke Kosnya untuk mengambil mobil dan langsung menghubungi Jane.
Kini mereka berada di dalam mobil, berdua. Dengan suasana yang begitu familiar.
“Gue tebak abis ini bakalan ada lagunya humperdinck keputer.” Kata Jane memecahkan keheningan diantara mereka berdua.
Tian terkekeh. “Lo mau request lagu?”
Jane menggeleng “Gue request kita berdua ngobrol aja boleh nggak?”
Tian memandangi Jane sejenak, agak merasa sedikit asing dengan kata 'Gue-Lo' yang digunakan Jane, tidak mau terlalu ambil pusing, Tian kemudian hanya menangguk. “Boleh.”
Mobil yang tadinya berjalan, kini berhenti di pinggir jalan. Tubuh Tian yang tadinya menghadap ke depan ke arah setir, kini sepenuhnya telah menghadap langsung ke arah Jane.
“Jane..” Tian memanggil Jane yang daritadi tidak menoleh ke arahnya.
“Look at me and we talk.” Kata Tian lagi.
Dengan perlahan akhirnya Jane ikut membalikan tubuhnya untuk menghadap ke arah Tian. Walaupun sudah meyakinkan diri mau jual mahal kali ini, dalam hatinya Jane ingin sekali langsung memeluk Tian, kayak, Gosh udah lama dia ga sedekat ini lagi sama Tian.
“Oke, sebelum gue cerita, lo mau nanya sesuatu nggak sama gue?” Tanya Tian.
“Gue penasa— EH MUKA KAMU KENAPA TIAN?”
Terima kasih kepada cahaya dari lampu jalan, Jane kini bisa melihat dengan jelas memar-memar yang ada di wajah Tian. Jelas skali itu memar abis dipukulin orang.
“KAMU HABIS BERANTEM?” Jane bertanya dengan nada khawatir sambil perlahan memegang wajah Tian.
Tian diam aja, membiarkan Jane memperhatikan setiap luka yang ada di wajahnya.
“Tian kamu berantem?” Tanya Jane lagi, kali ini lebih lembut, dengan mata yang hampir berkaca-kaca.
Tian menggeleng.
“Kamu dipukulin orang?” Tanya Jane lagi.
Tian mengangguk.
“Dipukulin siapa?”
“Papa.”
Ada keheningan tercipta disana selama beberapa detik, sebelum akhirnya tangis Tian pecah. Iya Tian menangis.
Jane langsung menarik Tian ke dalam pelukannya, sama seperti terakhir kali mereka berpelukan di dalam mobil ini. Jane mengusap perlahan punggung Tian, membiarkan laki-laki itu mengeluarkan air mata yang sepertinya sudah dia tahan sedari tadi.
“Sakit Jane.. Sakit banget...”
Jane ga bisa ngomong apa-apa, dia hanya bisa terus memeluk Tian dengan harapan bisa menyalurkan perasaan nyaman dan aman buat laki-laki itu.
“Obatin dulu ya lukanya...” Kata Jane pelan. Tetapi tian menggeleng.
Kemudian mereka berdua bertahan di posisi itu sampai Tian berhenti menangis.